Pemudapancasila.org – Surabaya – Diksi ‘penyembelihan’ kira-kira cukup pantas menjadi diksi pembuka untuk menyikapi, preseden buruk di institusi pendidikan tinggi kita akhir-akhir ini, pemecatan Prof. Budi Santoso (Prof Bus) dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga usai memberikan opini dan pendapatnya soal penolakan terhadap kebijakan pemerintah mendatangkan dokter asing adalah ironi yang cukupmemprihatinkan, walaupun, persoalan ‘penyembelihan’ kebebasan berpendapat kerap terjadi, bahkan sejak zaman kolonialisme.
Namun, sampai kapan kita menormalisasi ‘kekerapan’ tersebut?
Alih-alih menunjukkan kekuatan melalui abuse of power dengan harapan memunculkan ‘ketakutan’ dan ketertiban normatif dilingkungan sivitas akademika
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga melalui pemecatan terhadap Dekan yang
memberikan opini kontra kebijakan pemerintah, kali ini malah menjadi boomerang mematikan bagi kelembagaan perguruan tinggi.
kita melihat bersama aksi yang dilakukan ratusan dosen dan mahasiswa FK Unair hari ini (4/7) dihalaman FK Unair menunjukkan gerakan perlawanan terhadap upaya pembungkaman kebebasan berpendapat akademik tidak pernah padam.
Terakhir, preseden buruk semacam ini bila terus dibiarkan dan dinormalisasi akan
menjadi ‘duri’ terhadap kebebasan berpendapat akademik, lebih-lebih perguruan tinggi harus mampu menjadi mimbar sebebas-bebasnya dan seluas-luasnya dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan, tentu semangat ini sesuai dengan Pancasila sebagai ideologi negara yang mengedepankan azas-azas musyawarah dan peletekan kepentingan orang banyak (maslahat) diatas kepentingan kelompok dan golongan.
Satuan Siswa Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila sebagai
salah satu elemen aktif gerakan mahasiswa menyerukan hal-hal berikut sebagai poin
pernyataan sikap, antara lain :
- Pemecatan Prof. Budi Santoso (Prof Bus) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga jelas menciderai nilai-nilai kebebasan berpendapat, opini dan gagasan dalam ranah akademik, tentu hal ini memiliki dampak buruk terhadap pertumbuhan nilai-nilai demokrasi Pancasila dilingkungan perguruan tinggi.
- Pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga jelas menyalahi
statuta Universitas Airlangga itu sendiri yang termuat dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta
Universitas Airlangga pasal 53 yang menjelaskan dekan dan wakil dekan dapat
diberhentikan apabila; a) berakhir masa jabatannya; b) meninggal dunia; c)
mengundurkan diri; d) sakit yang menyebabkan tidak mampu bekerja secara
permanen; e) sedang studi lanjut; dan / atau; f) dipidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
perbuatan yang diancam pidana penjara. - Pemecatan Prof Bus dari jabatannya sebagai dekan FK Unair jelas tidak
memiliki dasar yang jelas dan semata-mata adalah soal kepentingan akibat
pendapat beliau yang kontra terhadap kebijakan pemerintah soal program
mendatang dokter asing oleh pemerintah. - PW SAPMA PP Jawa Timur menilai, pemecatan dekan FK Unair merupakan
triger buruk dan destruktif terhadap upaya membuka ruang opini, gagasan dan
narasi akademik untuk membangun dan menhidupkan nalar sehat konstruktif
diranah akademik. - PW SAPMA PP Jawa Timur ‘menyarankan’ kepada pimpinan Universitas
Airlangga untuk mengembalikan marwah perguruan tinggi beserta ruang
kebebasan berpikir, berpendapat dan beropini di Universitas Airlangga dengan
tidak mengulangi kembali kebijakan-tindakan yang melampaui etika akademis
dalam perguruan tinggi serta terkesan ‘gradakan’ (baca: terkesan terburu-buru
tanpa ada rasionalitas didalamnya). - PW SAPMA PP Jawa Timur mengajak serta seluruh kader SAPMA PP baik
yang berada dilingkungan Universitas Airlangga, maupun perguruan tinggi lain
untuk bersama-sama saling menjaga agar kebebasan berpendapat utamanya
diranah akademik tetap hidup, serta turut aktif melawan indikasi-indikasi
‘penyembelihan’ dan pembelengguan kebebasan berpendapat yang ada.
Demikian pernyataan PW SAPMA PP Jawa timur teriring doa dan harapan tidak ada
lagi insiden pembelengguan kebebasan berpendapat akademik dilingkungan
perguruan tinggi sehingga nalar akademis dan berpikir kritis sivitas akademik tetap
hidup dan terawat. (Arderio Hukom)